Kamis, 18 Juni 2009

dialog imajiner dengan koruptor soleh


Fenomena orang sholeh secara formal yang korupsi
sungguh membingungkan. Apa yang ada dipikiran mereka
manakala mereka naik haji dan umrah berkali-kali tapi
tetap bolak-balik korupsi. Di bawah ini ada dua dialog
imajiner dengan koruptor yang sholeh. Dua dialog ini
mewakili koruptor berIQ jongkok tapi tentu saja pandai
menyenangkan atasan. Sehari-hari beliau bertugas
sebagai pejabat BUMN. Satunya lagi koruptor yang
menjadikan agama sebagai sarana mencapai kenikmatan
duniawi dan bertuhankan materi. Sehari-hari beliau
sebagai pengusaha rekanan BUMN dan departemen
pemerintah. Kedua koruptor ini pandai bermasyarakat
dan dikenal dermawan. Yang pertama kita sebut koruptor
soleh 1 (KS1) dan kedua kita sebut koruptor soleh 2
(KS2).

Dialog dengan KS1

Wartawan:
Apakah benar bapak ini koruptor?

Koruptor Sholeh (KS1):
Ah, nggak. Mana buktinya? Paling-paling saya dapat
hadiah dari rekanan atau kalau saya perlu sesuatu
mereka biasanya cukup sensitive untuk membantu.

Wartawan:
Kalau bapak tidak menerima hadiah dari rekanan tsb,
apakah bapak masih akan memberikan proyeknya kepada
mereka?

KS1:
Ya, kita kan saling pengertian lah. Kalau rekanan
kurang pengertian, gimana dong?

Wartawan:
Bukankah ada cerita dimana Umar Ibnu Aziz bahkan
mematikan lampu, manakala dia menerima tamu pribadi?

KS1:
Itu kan jaman dulu. Jaman sekarang mana bisa Mas.
Semua ada harganya.

Wartwan:
Oooo gituuuu (dalam hatinya percuma meneruskan
wawancara dengan koruptor yang ijasah doktornya di
dapat dari suatu lembaga di Amerika tapi tidak bisa
ditelusuri letaknya).

______________________________________
Dialog dengan KS2

Wartawan:
Apakah bapak koruptor?

KS2:
Ya terserahlah. Semua orang juga begitu lah mas.
Jangan munafik deh. Saya nyumbang ke lingkungan saya
tinggal, nyumbang untuk organisasi olah raga, ke
partai politik, ke pesantren, bahkan untuk bikin rumah
ibadah.

Wartawan:
Kan korupsi tidak diperbolehkan agama pak?

KS2:
Ini kan darurat mas. Kalau saya nggak sogok sana sogok
sini mana bakalan saya dapat proyek besar. Sedangkan
proyek besar kan kebanyakan dari pemerintah.

Wartawan:
Sampai kapan bapak anggap situasi darurat ini
berlangsung dan setelah berapa besar usaha bapak
sampai memutuskan berhenti berkolusi?

KS2:
Saya nggak tau mas. Saya rasa selama situasinya masih
begini saya susah untuk tidak melakukan ini. Kalau
saya berhenti menyogok nanti orang lain yang akan
melakukannya?

Wartawan:
Ya biarkan aja pak. Kan bapak terkenal sebagai orang
yang taat beribadah. Itu jelas-jelas melanggar aturan
agama pak?

KS2:
Coba sampeyan bayangkan kalau proyek ini diambil oleh
orang yang agamanya lain dengan saya. Berarti
keuntungannya kan jatuh ke orang yang beragama lain
tsb. Nanti agama itu akan semakin ekspansif aja dong.
Dan banyak orang yang disumbang oleh orang tsb dan
akhirnya pengikut agama saya akan makin sedikit aja.
Iya nggak?

Wartawan:
Tapi kan pak, Rosul kita mengajarkan untuk tidak
menghalalkan cara untuk mencapai tujuan?

KS2:
Lagi-lagi ini darurat mas. Situasi sekarang kan beda.

Wartawan:
Bapak kok kelihatannya enak ya hidupnya. Bisa ke tanah
suci berkali-kali dan memiliki rumah yang bagus dan
simpanan yang cukup. Bukankah Rosul mecontohkan hidup
sederhana pak? (Dalam hati wartawan ini, sebelum
menjadi Rosul, beliau adalah pedagang yang kaya raya.
Kekayaannya tentu saja diperoleh dengan cara halal.
Dan kekayaan tersebut dihabiskan untuk memperjuangkan
agama yang benar. Setelah menaklukkan dataran
Arabiapun beliau tetap hidup dengan sangat sederhana).

KS2:
Saya kan manusia biasa mas, bukan Nabi. Lagi pula saya
sudah sebutkan tadi saya menyumbangkan kekayaan saya
untuk urusan akhirat. Mungkin sekitar 30% kekayaan
saya, saya sumbangkan. Coba mana ada yang dermawan
seperti saya?

Wartawan:
Menurut bapak seandainya boleh memilih lebih baik
bapak jadi pengusaha jujur tapi hidupnya sangat
sederhana atau seperti sekarang kaya raya?

KS2:
Pertanyaannya kok aneh. Ya udah jelas saya milih
seperti sekarang. Kalau saya seperti dulu mana bisa
saya nyumbang kemana-mana?

Wartawan:
Tapi pak, kan harta bapak diperoleh dengan tidak
syarÃÊ. Bukankah kalau bapak menyumbangkan semua harta
bapak tetap aja bapak salah karena tujuan tidak
menghalalkan cara. Selain itu bukankah masyarakat umum
dirugikan karena uang yang dikorupsi seharusnya bisa
untuk membuat jalan, rumah sakit, sekolah dsb?

KS2:
Wah sampeyan bikin saya pusing. Hidup di dunia ini
mesti kompromi mas. Mana ada orang yang suci. Saya
punya teman pegawai negeri yang jujur. Dia hidupnya
susah, suatu saat istrinya masuk rumah sakit karena
kanker, ya saya kasih bantuan. Biaya pengobatan saya
tanggung semua. Saya bilang ke teman saya ini, udahlah
nggak usah dipikirkan, pokoknya istrimu dirawat dengan
baik. Ada juga teman saya yang lain yang profesinya
juga pengusaha seperti saya tapi orangnya maunya lurus
aja. Suatu saat dia perlu dana untuk mengerjakan
proyeknya, ya saya kasih, tanpa bunga lho!

Wartawan:
Iya ya pak. Tapi mohon maaf pak, apakah menurut bapak
lebih mulia jadi pengusaha jujur tapi biasa aja atau
pengusaha kaya yang berkolusi tapi bisa nyumbang sana
sini?

KS2:
Saya tidak tahu. Tapi saya rasa saya kan lebih berguna
buat agama dan umat saya karena saya bisa menyumbang
besar untuk agama dan umat saya tersebut.

Wartawan:
Sekali lagi maaf pak, saya cuma ingin tahu, apakah
sebenarnya bapak lebih takut miskin atau lebih takut
dengan Tuhan bapak?

KS2:
Ya lebih takut dengan Tuhan saya dong.

Wartawan:
Berarti bapak lebih takut dosa berbuat korupsi
daripada takut miskin?

KS2:
Wah saya rasa itu bukan trade off seperti itu. Anda
ini seolah-olah membuat kedua hal ini jadi pilihan
yang sulit dihindari.

Wartawan:
Menurut saya bapak lebih takut hidup miskin daripada
takut Tuhan. Bapak menomorduakan Tuhan.

KS2:
Saya tidak setuju dengan pendapat sampeyan. Saya tidak
merasa seperti itu. Saya juga sering jiarah ke tanah
suci. Itu bukti saya taat beribadah.

Sang wartwan kehabisan kata-kata. Sang KS2 terus
melakukan aksinya dan masyarakat tetap menghormati
orang ini. Sebagai pengusaha beliau memiliki mobil
mewah yang sangat mahal dan rumah yang besar dan indah
tapi juga dia sangat dermawan kepada orang, partai
atau lembaga yang membutuhkan uluran dananya.

Sang wartawan cuma bisa sedih dan berdoa mudah-mudahan
masih ada orang yang jujur dan amanah sehingga Negara
dan umat bisa selamat dunia akhirat.

Sumber :

http://imamrasyidi.blogsome.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar