Senin, 08 Juni 2009

SHALAT KHUSYU’, MUDAH ATAU SULIT?


“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”.

(QS. Al Baqarah, 2: 45-46)

Shalat bagi kaum muslim merupakan salah satu Rukun Islam yang kedua dan tiang agama yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Shalat merupakan suatu aktivitas jiwa (soul) yang termasuk dalam kajian ilmu psikologi transpersonal, karena shalat adalah proses perjalanan spiritual yang penuh makna yang dilakukan manusia untuk menemui Tuhan Semesta Alam. Shalat dapat menjernihkan jiwa dan mengangkat pelaku shalat tersebut untuk mencapai taraf kesadaran yang lebih tinggi (altered states of consciousness) dan pengalaman puncak (peak experience). Perintah shalat sangat banyak di dalam Al Qur’an tapi tidak ada penjelasan yang mendalam dan mendetail untuk tatacara melaksanakannya. Tatacara shalat adalah yang sesuai mengikuti sunah Rasullullah.

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”

(QS. AL Baqarah, 2: 43)

Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

(QS. Al Ankabut, 29: 45)

Shalat khusyu’ dianggap susah bagi sebagian muslim atau bahkan tidak mungkin (mustahil). Mereka beranggapan shalat khusyu’ itu hanya milik para nabi atau wali. Apabila melihat firman Allah di atas Al Baqarah, 2: 45-46, tidak ada yang tidak mungkin bahwa kita semua bisa melakukan shalat khusyu’. Artinya shalat khusyu’ tidaklah sulit tapi juga tidak mudah.

Rasa khusyu’ tidak dapat diciptakan tapi kita dapat memasuki dan menerima rasa khusyu’ tersebut. Kita hanya mendapatkan, bukan menciptakan rasa khusyu’ itu. Rasa hampir sama dengan rasa yang kita alami seperti kasmaran terhadap sesorang kekasih, kita tidak pernah menciptakan rasa cinta, tapi hanya menerima keadaan cinta.

Selama ini mungkin untuk mencapai khusyu’ sering menggunakan konsentrasi seperti terhadap bacaan-bacaan dalam shalat dengan mengartikannya atau berkonsentrasi pada satu obyek atau titik (misalnya gambar ka’bah, sajadah). Ketika seorang muslim ingin khusyu’, memfokuskan pikiran pada bacaan-bacaan shalat sejak takbiratul ihram hingga duduk tasyahud, tetap saja mengeluhkan susah untuk khusyu’ walaupun sudah konsentrasi. Sering di tengah-tengah shalat, pikiran dan hati mereka kembali melayang memikirkan perkara-perkara yang masih menjadi beban. Sehingga shalat hanya akan menjadi beban dan capek seperti hadits Nabi yang berbunyi, “berapa banyak orang yang shalat namun hanya mendapatkan rasa capek dan lelah”.

Jadi prinsipnya bukan konsentrasi tapi justru dekonsentrasi yang bermakna berserah diri (tawakal). Seperti firman Allah yang berbunyi:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.

(QS. Al Anfaal, 8: 2)

Dalam shalat rasa capek atau persoalan tersebut akan terselesaikan bila rumusan dekonsentrasi (pasrah diri) diterapkan. Artinya seseoranng itu harus terlebih dahulu menghadirkan kesadaran “aku” di dalam dirinya. Kesadaran “aku” ini bukan hati atau pikiran tapi di atas keduanya yang disebut kesadaran tertinggi. Kesadaran yang tetap, tenang dan tidak berubah, yang dibangkitkan ketika berdekonsentrasi.

Dalam shalat kita berusaha untuk melepaskan tubuh kita dengan kesadaran tertinggi kita, memasrahkan semuanya. Kita harus menihilkan apa yang kita miliki : Zero mind (nol pikiran)! Bahwa kita tidak punya apa-apa, kita ingin mengembalikan semuanya kepada Allah SWT. Seorang muslim yang shalat dengan dekonsentrasi ini juga biasanya memasrahkan gerakan tubuhnya. Ketika melakukan berdiri, ruku’, sujud dan lain-lainnya, tubuh tidak tegang dan mengendurkan otot-ototnya.

“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku”.

(QS. At Thaha, 20: 14)

Berdiri pasrah itu berbeda dengan berdiri tegang. Kondisi pasrah, darah akan mengalir dengan lancarnya, sedangkan kondisi tegang membuat darah tidak mengalir lancara atau tersumbat. Shalat merupakan meditasi tertinggi dalam Islam. Karena kondisi shalat yang pasrah dan tidak tegang ini, maka memiliki kemampuan untuk mengurangi kecemasan. Terdapat lima unsur di dalam shalat yaitu :

-Meditasi atau doa yang teratur, minimal lima kali sehari

-Relaksasi melalui gerakan-gerakan shalat

-Hetero atau auto sugesti dalam bacaan shalat

-Group therapy dalam shalat berjama’ah atau bahkan dalam shalat sendirian pun minimal ada “aku” dan Allah

-Hydro therapy dalam mandi junub atau wudhu’ sebelum shalat

Dalam bahasa agama dekonsentrasi disebut juga dengan ikhlas. Pada saat tersebut, shalat berfungsi sebagai proses relaksasi, proses dimana anggota tubuh dikendurkan, hingga timbul sensasi-sensasi ketenangan, sehingga suasana ini membuat sejumlah ilham (insight) dan berbagai solusi persoalan yang menerpa orang yang shalat hingga tidak perlu capek-capek lagi memikirkan jalan keluar masalah yang tengah dihadapinya.

Tatkala dekonsentrasi hadir, timbul rasa sambung (connecting, shilatun) pada diri orang yang tengah shalat menghadap Allah aza wajalla. Benih-benih kekhusyu’an mulai menyelimuti orang yang tengah shalat, rasa sambung adalah semacam dialog seseorang dengan Tuhannya (shilatun). Rasa sambung seperti kita sedang mengobrol dengan orang lain, maka kita akan betah berlama-lama mengobrol dengan seseorang. Apabila seseorang sudah timbul rasa sambungnya dengan Allah, maka batinnya terasa mengerti ‘bahasa’-Nya. Pada umumnya ketika rasa sambung ini telah hadir dalam shalat seseorang, maka ia akan merasakan dingin dan tenang di hati. Dirinya seperti terbang dan kalbunya bergetar, kemudian air matanya tidak terasa mengalir.

Sensasi-sensasi dalam suasana rasa sambung inilah yang membuat shalat seseorang bisa berjam-jam, karena membuat orang ketagihan. Sehingga hal ini kenapa Rasulullah SAW ketika shalat mampu ruku’ atau sujud dalam waktu lama sekali, sampai beberapa sahabat mengira Rasulullah lupa.

Orang yang melakukan shalat dengan tenang dan rileks akan menghasilkan energi tambahan dalam tubuhnya, mampu mengembalikan produksi endorphin di otak yang menimbulkan rasa senang, bahagia serta juga mampu menurunkan kadar kortisol dalam darah. Kadar kortisol ini banyak berpengaruh terhadap kadar gula darah, kolesterol, dan lain-lain. Seperti hasil penelitian Sholeh terhadap pelaku shalat tahajud, ternyata mampu menurunkan kadar kortisol dan meningkatkan sistem pertahanan tubuh.

Jadi semua orang mampu melakukan shalat khusyu’. Shalat khusyu’ bukan hanya milik para nabi atau wali, kita pun pasti bisa mencapai, asal berusaha menimbulkan rasa sambung (shilatun), kosongkan pikiran, dekonsentrasi, pasrah total tidak memiliki apa-apa, menyerahkan semua kepada Allah. Seperti dalam doa iftitah yang diambil dari firman Allah: “…inna shalatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillahi robbil’aalamiin…”, artinya “…sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam…”.

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

(QS. Al Ana’am, 6: 162)

“Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi (pamanmu), tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”.

(QS. Al Qashash, 28: 56)

Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Allah akan memberikan petunjuk bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Petunjuk itu akan langsung diberikan Allah masuk ke dalam dada orang tersebut sehingga orang tersebut akan merasakan dadanya lapang tak terhingga. Tapi orang yang dikehendaki Allah kesesatan akan menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seperti firman Allah:

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”.

(QS. Al An’am, 6: 125)

Marilah kita mencoba untuk melakukan shalat dengan khusyu’ dan berusaha shialtun dengan Allah, karena tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah. Baraqallah wa minkum.

Sumber: buku “Pelatihan Shalat Khusyu’: sebagai

meditasi tertinggi dalam Islam”, Abu Sangkan (2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar