Senin, 08 Juni 2009

Ulil Albab


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imran [3]: 190-191)

Terdapat kisah menarik untuk direnungkan yang mengiringi turunnya ayat tersebut. Pada suatu hari, saat Bilal telah selesai mengumandangkan adzan Subuh, namun Rasulullah belum juga hadir di masjid. Biasanya Rasulullah sudah berada di masjid sebelum adzan selesai. Setelah ditunggu beberapa saat oleh Bilal dan beberapa sahabat, Rasulullah tidak juga munculdi masjid. Akhirnya Bilal memutuskan untuk menjenguk Rasululah di rumah beliau (yang berada di samping masjid). Apakah yang dilihat oleh Bilal?. Ia melihat Nabi saw dalam keadaan yang sangat mengharukan. Air mata berlinangan di pipi beliau. Mata beliau sembab, menunjukkan bahwa beliau telah menangis cukup lama. Setelah Bilal menanyakan apa yang telah terjadi, maka Rasulullah kemudian menjawab, bahwa beliau telah menerima wahyu dari Allah. Kemudian beliau membacakan Surat Ali Imran: 190-191 tersebut di atas.

Barangkali kita bertanya dalam hati, mengapa Rasulullah sampai menangis sedemikian hebatnya, padahal Firman Allah tersebut tidak bernada menegur, atau memerintah untuk menjalankan kewajiban tertentu, misalnya. Ayat tersebut lebih menonjolkan kesan ilmu pengetahuan dan sikap seorang ilmuwan dalam memahami fenomena alam semesta ketimbang sebuah perintah untuk beribadah. Tetapi kenapa hati Rasulullah sampai bergetar sedemikian rupa, sehingga tidak mampu membendung air matanya?.

Marilah kita coba cermati isi surat Ali Imran: 190-191 tersebut pada bagian penciptaan langit dan bumi. Dalam bidang astronomi dikenal sebuah Teori Big Bang atau Teori Ledakan Besar. Teori itu mengatakan bahwa seluruh material dan energi alam semesta itu dulunya termampatkan dalam suatu titik di pusat alam semesta. Demikian pula ruang dan waktu, semuanya dikompres dalam suatu titik yang menjadi cikal bakal alam semesta, yang disebut dengan Sop Kosmos.

Sop Kosmos tersebut sangat tidak stabil karena mengandung energi, material, ruang dan waktu yang demikian besarnya, sehingga akhirnya meledak dengan kekuatan yang sangat dahsyat. Ledakan itu telah melontarkan material, energi, ruang dan waktu ke segala penjuru alam semesta hingga kini.

Dalam pengamatan dengan menggunakan teleskop Hubble, diketahui bahwa berbagai benda langit seperti planet-planet, matahari, dan bintang-bintang semuanya sedang bergerak menjauh. Logika kita mengatakan karena benda-benda langit itu sekarang sedang bergerak menjauh, maka mestinya dulu benda-benda itu saling mendekat bahkan sebelumnya berimpit atau bersatu. Persis seperti yang difirmankan Allah : Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. Al-Anbiyaa [21]: 30)

Data ilmiah mengatakan bahwa usia alam semesta ini diperkirakan telah mencapai 12 miliar tahun, sedangkan usia peradaban manusia baru sekitar 50 ribu tahun. Dan bumi kita ini, saat ini dihuni oleh sekitar 6 miliar manusia. Lalu seperti apakah posisi manusia di bumi ini terhadap alam semesta?. Seperti yang kita ketahui, bahwa bumi ini adalah sebuah planet di antara 9 planet yang berputar mengelilingi matahari, dan bumi sendiri berputar pada porosnya. Kelompok 9 planet yang berpusat di Matahari itulah yang dinamakan dengan Tata Surya. Ternyata tata surya kita ini bukanlah satu-satunya tata surya di alam semesta. Terdapat miliaran, atau bahkan mungkin triliunan, tata surya yang terserak di jagad raya ini.

Pada malam hari, saat cuaca cerah, kita dapat menyaksikan bintang-bintang yang bertaburan di langit. Pernahkah kita bayangkan bahwa bintang-bintang itu sebenarnya adalah matahari, seperti matahari di tatasurya kita?. Karena demikian jauh jaraknya dari bumi kita, maka bintang-bintang itu nampak sangat kecil dan berkedip-kedip. Bintang-bintang itu adalah mataharinya sistem tatasurya yang lain. Bahkan banyak yang ukurannya lebih besar dari matahari dalam tatasurya kita.

Bintang yang paling besar,yang pernah ditemukan oleh ilmuwan astronomi, berukuran sekitar 1.500 kali matahari. Begitu besar ukurannya, tetapi kelihatan demikian kecilnya. Itu semua karena jaraknya yang amat jauh dari bumi. Data astronomi mengatakan bahwa jarak bintang yang paling dekat dari bumi adalah sekitar 8 tahun cahaya. Artinya cahaya saja memerlukan waktu 8 tahun untuk menuju ke sana. Kecepatan cahaya adalah 300.000 km per detik. Jadi jika dihitung jaraknya sekitar 75 triliun km. Sungguh suatu jarak yang tak terbayangkan di benak kita!.

Jika kita ingin mencapai bintang yang paling dekat itu dengan menumpang pesawat ulang-alik Challenger atau Columbia (yang kecepatannya mencapai 20 ribu km/jam) kita baru akan sampai dalam jangka waktu 428 tahun. Usia kita, yang rata-rata 70 tahun ini tidak akan bisa mencapainya.

Subhanallaah. Allahu akbar. Sungguh Allah itu Maha Suci, Maha Besar, Maha Agung, Maha Kuasa dengan ciptaan-Nya yang sedemikian itu.

Jadi dapatlah dipahami mengapa Rasulullah saw. demikian sedih pada saat menerima wahyu tentang alam semesta yaitu Surat Ali Imran: 190-191 tersebut. Sebab kita yakin bahwa Rasulullah saw bisa memahami makna kalimat tersebut tanpa harus belajar ilmu Astronomi, karena (1) dalam proses turunnya wahyu, Allah langsung memasukkan ke dalam qalbu beliau; (2) wahyu tersebut turun setelah Rasulullah mengalami Isra’ Mi’raj, jadi beliau telah mengalami perjalanan mengarungi jagad raya ini.

Dengan memahami ciptaan Allah, yaitu alam semesta, jagad raya yang demikian besar dan luasnya ini, maka kita merasa semakin kecil dan lemah di hadapan Allah swt., Sang Khalik yang Maha Besar dan Maha Agung. Dan sangat layak jika kita sesering mungkin mengakui kesesaran Allah dengan mengumandangkan alunan takbir Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita menjadi seorang ulil albab, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan selalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”(HH)

(Sumber tulisan “Pusaran Energi Ka’bah” karya Agus Mustofa)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar